Kemuhammadiyahan

Sesuai Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 01/MLM/I.0/E/2020, hari raya Iduladha 10 Zulhijah 1441 H jatuh pada hari Jumat, 31 Juli 2020 M. Dengan demikian, ada dua macam hari raya berkumpul pada satu hari, yaitu hari raya Iduladha dan hari raya Jumat. Sesuai dengan ketentuan haddis-hadis yang memberi rukhsah untuk tidak menghadiri Jumat, maka salat Jumat yang akan jatuh bersamaan dengan salat Id pada hari Jumat, 10 Zulhijah 1441 H / 31 Juli 2020 M yang akan datang dapat diganti dengan salat Zuhur di rumah masing-masing sebagai upaya memutus rantai persebaran Covid-19.

Rukhsah untuk tidak menghadiri Jumat pada hari Jumat yang bersamaan dengan Idulfitri atau Iduladha adalah:

a. Hadis Nabi saw riwayat Ibn ‘Umar,

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ اجْتَمَعَ عِيدَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمُ فِطْرٍ وَجُمْعَهٌ فَصَلَّى بِهِمْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْعِيدِ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِمْ بِوَجْهِهِ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ قَدْ أَصَبْتُمْ خَيْرًا وَأَجْرًا وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يُجْمِعَ مَعَنَا فَلْيُجَمِّعْ وَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى أَهْلِهِ فَلْيَرْجِعْ [رواه الطبراني] .

Dari Ibn ‘Umar (diriwayatan bahwa) ia berkata: Pada masa Rasulullah saw pernah dua hari raya jatuh bersamaan, yaitu Idulfitri dan Jumat, maka Rasulullah saw salat id bersama kaum Muslimin. Kemudian beliau menoleh kepada mereka dan bersabda: Wahai kaum Muslimin, sesungguhya kalian mendapat kebaikan dan pahala dan kami akan menyelenggarakan salat Jumat. Barangsiapa yang ingin salat Jumat bersama kami, silahkan, dan barang siapa yang ingin pulang ke rumahnya silahkan pulang [HR aṭ-Ṭabarānī].

b. Hadis Abū Hurairah,

عَنْ إِيَاسِ بْنِ أَبِي رَمْلَةَ الشَّامِيِّ قَالَ شَهِدْتُ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَهُوَ يَسْأَلُ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ قَالَ هَلْ شَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ فَقَالَ مَنْ شَاءَ فَلْيُصَلِّ [رواه أبو داود وصححه الأرنؤوط والألباني].

Baca selengkapnya di sini

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Dalam rangka memperingati Milad Ke-111 Muhammadiyah, Madrasah Mu’allimin menyelenggarakan acara Diaspora Alumni dari 9 Negara dengan tema “Muallimin dan Masa Depan Persyarikatan”. Kegiatan yang berlangsung melalui video telekonferensi tersebut dibuka secara langsung oleh Direktur Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, Aly Aulia, Lc, M.Hum serta dihadiri Drs. Hajriyanto Y. Thohari, MA sebagai narasumber (29/7).

“Rasanya lengkap sekali, para alumni Madrasah Mu’allimin yang telah bertebaran di seluruh dunia ini untuk berjihad mencari ilmu pengetahuan. Sebagaimana Nabi bersabda, carilah ilmu pengetahuan kendatipun sampai ke negeri Cina,” ujar Hajriyanto saat mengawali kalimatnya.

Duta Besar RI untuk Lebanon, Hajriyanto Y. Thohari menyampaikan bahwa Cina pada masa Rasulullah Saw merupakan salah satu peradaban kuno dan menjadi raksasa dunia, terutama wilayah kekuasaannya yang membentang sangat luas. Maka Nabi menyuruh umatnya untuk belajar ilmu ke Cina. Hal ini memiliki makna simbolik bahwa Islam sangat mendorong pemeluknya untuk memiliki sikap gigih, pantang menyerah, semangat, penuh dengan etos intelektualisme belajar ke seluruh dunia.

“Saya rasa para alumni Mu’allimin saat ini sedang mengikuti dan mengembangkan tradisi yang dilakukan oleh pimpinan-pimpinan Muhammadiyah masa lalu. Tokoh-tokoh tersebut dikenal sebagai tokoh yang ismupulitan, yang selalu merasa penting untuk mencari ilmu pengetahuan,” ujarnya.

Ia menambahkan, di kalangan Muhammadiyah ada sebuah tradisi yang dirintis oleh KH. Ahmad Dahlan. Dalam sejarahnya, Dahlan muda telah dua kali melakukan perjalanan menuju ke Tanah Suci untuk berangkat berhaji. Seusai menjalankan ibadah haji, beliau masih tinggal di Makkah dalam beberapa waktu untuk menuntut ilmu.

Baca selengkapnya di sini

(Sumber: www.suaramuhammadiyah.com)

MKCH diputuskan oleh Tanwir Muhammadiyah 1969 di Ponorogo, sebagai kelanjutan amanat Muktamar 1968 di Yogyakarta. Matan ini disempurnakan oleh PP Muhammadiyah tahun 1970. Muktamar ke-37 di Yogyakarta bertema Tajdid Muhammadiyah, yang melakukan koreksi organisasi dan re-tajdid bidang: ideologi (keyakinan dan cita-cita hidup), khittah perjuangan, gerak dan amal usaha, organisasi, dan sasaran (tajdid).

Baca selengkapnya disini

(Sumber: www.suaramuhammadiyah.id)

Dalam usianya yang lebih dari 1 Abad, Muhammadiyah akan terus memperkuat kualitas sumber daya manusia melalui berbagai jalur. Mulai dari jalur pendidikan, sosial dan media Muhammadiyah selalu berperan aktif dalam mencerahkan untuk bangsa.

Muhammadiyah memandang bahwa bangsa dan umat ini, bahkan manusia semesta itu perlu hidup cerdas. Semangat mencerdaskan dalam Islam itu semangat membaca, semangat untuk berpikir, melek media dan juga mengasah akal budi.

Muhammadiyah telah melewati perjalan panjang sebelum republik ini dengan memulai dengan usaha-usaha, pendidikan, pelayanan sosial, kesehatan bahkan dalam dunia media.

Sebut saja Suara Muhammadiyah menjadi jejak media perjuangan kemerdekaan RI. Suara Muhammadiyah menjadi salah satu ujung tombak syiar persyarikatan Muhammadiyah dalam berkiprah di tengah umat dan bangsa adalah media Suara Muhammadiyah (SM).

Melihat Sejarah Suara Muhammadiyah, Bernama awal Swara Moehammadiyah itu telah berdiri sejak 1915. Awal perjalanan, SM mengupas perkembangan situasi umat dan masyarakat di Indonesia atau Hindia Belanda pasca 1917.

Baca selengkapnya, klik di sini

(Sumber: www.suaramuhammadiyah.com)

Pada masa awal berdirinya, Muhammadiyah menegakkan tiga pilar program utamanya yang tercermin dari tiga bagian. Bagian Taman Pustaka, Bagian Pendidikan, dan Bagian Penolong Kesengsaraan Umum.

Pemilihan taman pustaka menjadi satu dari tiga saka guru utama bangunan Muhammadiyah dapat dikatakan pilihan startegi yang melewati zaman. Bagaimana tidak, saat kondisi umum masyarakat saat itu masih banyak yang buta huruf, Muhammadiyah sudah merintis jalan mengakrabi dunia literasi.

Keseriusan Muhammadiyah untuk menekuni dunia pustaka ini juga tercermin dalam statuten (anggaran dasar) pertama Muhammadiyah tahun 1912. Kususnya dalam artikel 3 huruf (d). Di situ tertulis rumusan misi (usaha) Muhammadiyah adalah menerbitkan serta membantu terbitnya kitab-kitab, kitab sebaran, kitab khutbah, surat kabar, semuanya yang muat perkara ilmu agama Islam, ilmu ketertiban cara Islam.

Selengkapnya baca di disini

(Sumber: www.suaramuhammadiyah.id)